Selasa, 05 Juni 2012

Total Quality Service 2


BAB EMPAT

Strategi Implementasi TQS

Pengertian, Fokus dan Manfaat Total Quality Service
Total Quality Service (TQS) didefinisikan sebagai system manajemen strategi dan integeratif yang melibatkan semua manajer dan karyawan, serta menggunakan metode-metode kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki secara berkesinambungan proses-proses organisasi, agar dapat memenuhi dan melebihi kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan. Strategi ini dirangkum sesuai dengan:
STRATEGI : Pernyataan yang jelas dan dikomunikasikan dengan baik mengenai posisi dan sasaran organisasi dalam hal layanan pelanggan.
SISTEM : Program prosedur dan sumberdaya organisasi yang dirancang untuk mendorong, menyampaikan dan menilai jasa/layanan yang nyaman dan berkualitas bagi pelanggan.
SUMBERDAYA MANUSIA : Karyawan di semua posisi yang memiliki kapasitas dan hasrat untuk responsif terhadap kebutuhan pelanggan.
TUJUAN KESELURUHAN : Mewujudkan kepuasan pelanggan,  memberikan tanggung jawab kepada setiap orang dan melakukan perbaikan berkesinambungan.

TQS berfokus pada lima bidang berikut:
1.   Fokus pada pelanggan (customer sevice)
Identifikasi pelanggan merupakan prioritas utama. Apabila sudah dilakukan maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi kebutuhan, keinginan, dan harapan mereka.
2.  Keterlibatan total (total involvement)
Keterlibatan total mengandung arti komitmen total. Manajemen harus memberikan peluang perbaikan kualitas bagi semua karyawan dan menunjukkan kualitas bagi semua karyawan dan  menunjukkan kualitas kepemimpinan yang bisa memberikan insiprasi positif bagi organisasi yang dipimpinnya.
3.  Pengukuran
Kebutuhan pokok adalah menyusun ukuran-ukuran dasar, baik internal maupun eksternal bagi organisasi dan pelanggan.
Unsur-unsur sistem pengukuran tersebut terdiri atas:
·      Menyusun ukuran proses dan hasil,
·      Mengidentifikasi output dari proses-proses kerja kritis dan mengukur kesesuainnya dengan tuntutan  pelanggan,
·      Mengkoreksi penyimpangan dan meningkatkan kinerja.
4.  Dukungan sistematis
Manajemen bertanggung jawab dalam mengelola proses kualitas dengan cara:
·      Membangun infrastruktur kualitas yang dikaitkan dengan struktur manajemen internal
·      Menghubungkan kualitas dengan sistem manajemen yang ada, seperti:



§  Perencanaan strategi
§  Manajemen kinerja
§  Pengakuan, penghargaan, dan promosi karyawan
§  Komunikasi
5.  Perbaikan berkisambungan
Setiap orang bertanggung jawab untuk:
·      Memandang semua pekerjaan sebagai satu proses
·      Mengantisipasi perubahan kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan
·      Melakukan perbaikan incremental
·      Mengurangi waktu siklus
·      Mendorong dan dengan senang hati menerima umpan balik-tanpa rasa takut atau khawatir

PERUBAHAN dan PERGESERAN PARADIGMA
Bagaimana menerapkan sistem kualitas dalam industri jasa? Proses implementasi tersebut dimulai dengan melakukan pelbagai perubahan dalam struktur, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumberdaya organisasi saat ini.
Setiap perubahan(apapun bentuknya dan sekalipun mengarah pada kebaikan bersama) belum tentu ditanggapi secara positif. Orang cenderung ingin mempertahankan status quo, sehingga tidak jarang mereka menolak perubahan (resist to change).
Paradigma merupakan asumsi atau anggapan yang memungkinkan seseorang menciptakan realitasnya sendiri. Paradigma memiliki pengaruh yang sangat kuat dan membantu menciptakan kondisi status quo. Di lain pihak, paradigma juga berkontribusi terhadap keusangan ide dan organisasi.
Untuk mendukung keberhasilan implementasi perubahan, paling tidak perlu disadari bahwa harus ada ketidakpuasan terhadap kondisi atau situasi saat ini.
Tiga komponen yang menentukan transformasi kualitas secara positif dalam organisasi  jasa, yakni nilai-niali organisasi, struktur organisasi dan style organisasi. Ketiga komponen ini harus dievaluasi secara cermat berdasarkan dua sudut pandang yaitu situasi saat ini dan situasi yang seharusnya.

MODEL PENYEMPURNAAN BERKISAMBUNGAN
Saat ini banyak model yang dikembangkan sebagai pedoman untuk melakukan penyempurnaan berkisambungan. Salah satu model yang bersifat umum/generic adalah pendekatan enam langkah berikut:
1.   Mengidentifikasi jasa/layanan bernilai tambah yang diberikan kepada pelanggan.
2.  Mengidentifikasi pelanggan dan menentukan harapannya seteliti mungkin.
3.  Menidentifikasi kebutuhan kritis organisasi yang memungkinkannya untuk memuaskan pelanggan.
4.  Menentukan proses untuk melaksanakan pekerjaan.
5.  Mencermati kekeliruan proses dan mengeliminasi usaha-usaha yang sia-sia.
6.  Menjamin perbaikan berkesinambungan dengan jalan mendukung umpan balik terus menerus.
Organisasi jasa dapat memanfaatkan siklus PDCA (Plan, Do, Check, Act) untuk memfokuskan usahanya pada proses yang tepat dengan rencana harapan yang tepat. Siklus PDCA bisa diterapkan untuk menangani hal-hal berikut:
1.   Merencanakan perbaikan dan pengumpulan data secara berkesinambungan  (PLAN)
2.  Melakukan perbaikan, pengumpulan data dan analisis (DO)
3.  Memeriksa dan mempelajari hasil-hasil yang dicapai (CHECK)
4.  Bertindak atas dasar hasil evaluasi dan melanjutkan perbaikan proses (ACT)

IMPLEMENTASI TQS: PENDEKATAN MANAJEMEN PROYEK
            Agar program kualitas bisa diimplementasikan secara sukses, maka pendekatan manajemen proyek hasrus diadakan pada seluruh bagian organisasi. Manajemen proyek merupakan salah satu metode yang efektif, karena melibatkan sumberdaya manusia lintas fungsional dan multidisiplin dalam pelaksanaan proyek. Fokus utamanya lebih ditekankan pada implementasi kualitas ketimbang konsep.
Karakteristik-karakteristik yang dikembangkan TQS dan dapat difasilitasi oleh manajemen proyek:
1.   Visi, misi, sasaran dan tujuan bersama diantara manajemen puncak, madya, lini pertama dan operator.
2.  Manajemen mempraktikkan kepemimpinan visionaris
3.  Semua insane dalam organanisasi memanfaatkan sumber daya secara efisien.
4.  Batas-batas kemampuan manajemen ditetapkan dan diatur dangan baik.
5.  Manajemen bersikap fleksibel dalam menanggapi  secara cepat dan efektif setiap perubahan kondisi, permintaan dan peluang.
6.  Manajemen mendorong tumbuhnya kerja sama tim dan memimpin berdasarkan contoh positif.
7.  Organisasi berfokus pada upaya penciptaan nilai tambah bagi pelanggan.
8.  Manajemen mengembangkan proses formal yang memungkinkannya untuk selalu siap beradaptasi dengan perubahan kebutuhan, permintaan dan kondisi internal maupun eksternal.
9.  Organisasi mengutamakan budaya belajar, berkembang, berprestasi dan orientasi saling mendukung dalam lingkungan kerja.
10.          Manajemen menerapkan system penilaian kinerja yang efektif dimana fokusnya adalah pada tugas dan tujuan, bukan pada kepribadian.

Bagaimana peranan manajemen proyek dalam mendukung proses implementasi TQS? Pertama, berdasarkan definisinya, manajemen proyek berfokus pada proyek. Proyek merupakan suatu usaha yang memiliki awal dan akhir, serta dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam biaya, jadwal, dan sasaran kualitas yang spesifik.
        Kedua, perbedaan antara manajemen proyek dengan prinsip manajemen lainnya. Paling tidak ada dua perbedaan pokok, yaitu jangka waktu dan kebutuhan akan sumberdaya. Aspek ketiga, menyangkut apa dan bagaimana manajemen proyek dapat memfasilitasi implementasi TQS.
            Empat fase yang mengikuti  dan menjamin keberhasilan proses implementasi:
1.   Mendefinisikan proyek
2.  Merencanakan proyek
3.  Implementasi rencana
4.  Merampungkan proyek
IMPLEMENTASI TQS : PENDEKATAN ISO 9000
Standar  ISO memberikan pedoman mengenai struktur dan elemen sisitem kualitas yang lengkap, serta standarisasi kualitas di seluruh dunia. Tiga prinsip dasar berkaitan dengan ISO 9000 yang perlu dipersiapkan secara matang agar perusahaan dapat mencapai sasaran perbaikan berkesinambungan:
1.   Menyusun tujuan dan sasaran penting.
Manajemen harus mengidentifikasi alas an keterterikannya pada ISO.
2.  Merumuskan tindakan melalui kebijakan, program dan prosedur untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
3.  Memahami sumber penolakkan san menetralisirnya.
Setiap perubahan umumnya tidak terlepas dari adanya resistensi/penolakan.

Secara garis besar, model implementasi ISO didasarkan pada fase-fase berikut:
1.     Fase Pertama: Komitmen Manajemen
·         Meraih komitmen
·         Menyusun strategi
2.    Fase kedua: membangun Struktur
·         Menyusun organisasi
·         Melatih para karyawan
3.    Fase ketiga: Implementasi Prosedur dan Dokomentasi Sistem Kualitas
·         Menidentifikasi semua prosedur, kebijakan dan praktik yang berkaitan dengan pemenuhan ISO 9000
·         Mempersiapkan dokumentasi, meliputi manual kualitas; prosedur operasi; instruktur kerja; serta formulir, catatan, buku dan file.
4.    Fase keempat: berhubungan dengan Registar.
·         Penilaian awal
·         Kunjungan langsung (audit)
·         Registrasi atau tindakan korektif
·         Tindak lanjut

Peralihan dari ISO ke TQS menuntut perluasan semua pedoman dasar kualitas dalam ISO dan inisiatif aktif dalam prinsip-prinsip:
·         Pengukuran
·         Kepuasan pelanggan melalui upaya mendengarkan secara aktif kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan
·         Adaptasi terus menerus terhadap perubahan kondisi pasar,
·         Berusaha menjadi yang terbaik,
·         Sikap yang dipandu pasar (market-driven attitude).



  IMPLEMENTASI TQS: PENDEKATAN DEMING
            Deming merupakan bapak gerakan Total Quality Management. Pemikirannya banyak berpengaruh terhadap perusahaan-perusahaan manufaktur dan jasa diberbagai belahan dunia. Kontribusinya yang paling besar adalah Deming Cycle atau dikenal pula dengan siklus PDCA.
            Deming’s Fourteen Points merupakan rangkuman dari keseluruhan pandangan W. Edwards deming terhadap apa yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan dalam rangka melakukan transisi positif dari bisnis sebagaimana biasanya menjadi bisnis berkualitas tingkat dunia. Deming’s Fourteen Points ini bisa berlaku secara universal, baik untuk organisasi kecil maupun besar; industri manufaktur maupun jasa. Keempat belas points ini meliputi:
1.      Ciptakan kegiatan tujuan demi perbaikan jasa.
Tujuan dan filosofi organisasi harus ditetapkan dengan memenuhi persyaratan:
·         Mencakup keyakinan dan nilai-nilai organisasi dalam jangka pendek dan jangka panjang,
·         Mempermudah pengambilan keputusan jangka panjang,
·         Menyusun pernyataan misi dan filosofi operasional yang dapat dipahami dan dilaksanakan setiap orang dalam organisasi.
2.    Adopsilah filosofi baru.
Hambatan-hambatan yang mungkin dijumpai dalam upaya merealisasikan point ini adalah:
·         Masih terus mengutamakan aspek kuantitas, padahal sudah beralih ke filosofi kualitas,
·         Ketidakmampuan mendefinisikan kualitas secara tepat,
·         Kurang memperhatikan umpan balik dari pelanggan,
·         Terlampau banyak kendala yang tidak teridentifikasi,
·         Kekhawatiran dan ketakutan manajemen madya akan perubahan,
·         Selalu menyalahkan pemasok atau kualitas yang rendah.
3.    Hentikan ketergantungan pada inspeksi untuk mewujudkan kualitas.
Hambatan-hambatan yang bisa dijumpai dalam upaya mewujudkan point ketiga ini adalah:
·         Mengabaikan kebutuhan akan ahli statistik,
·         Kurangnya komunikasi dengan pemasok,
·         Tetap bertahan menggunakan acceptance sampling,
4.    Hentikan praktik menghargai bisnis semata-mata atas dasar harga; jadikanlah pemasok sebagai mitra kerja.
Hambatan yang bisa dihadapi dalam rangka mewujudkan point keempat Deming ini, yakni:
·         Manajemen senior menolak system single sourcing,
·         Tidak menyediakan pelatihan dan penyeliaan  yang memadai bagi agen pembelian,
·         Agen pembelian menolak peranan barunya,
·         Manajemen mengirimkan pesan ganda mengenai aturan pembelian,
·         Terus-terusan menggunakan kontrak bertipe assignment of risk.
5.    Perbaiki secara konstan setiap proses perencanaan, produksi dan pelayanan.
Faktor yang mungkin menghambat kesuksesaan perusahaan:
·         Berupaya mencapai penyempurnaan terus menerus hanya melalui otomatis dan investasi modal,
·         Politisasi terhadap perubahan yang dibutuhkan bagi perbaikan terus menerus,
·         Memisahkan pekerjaan sesungguhnya dengan metode statistik,
·         Penggunaan metode statistik dalam skala besar secara gegabah oleh para pekerja,
6.    Lembagakan pelatihan dan pelatihan ulang di tempat kerja.
Pelatihan yang tepat adalah pelatihan yang bisa:
a.    Meningkatkan kesadaran dan penyempurnaan kualitas, karena:
·         Setiap orang memahami pekerjaannya,
·         Setiap orang dikendalikan secara statistik,
·         Setiap orang melakukan penyempurnaan secara terus menerus.
b.    Mengidentifikasi apakah proses tertentu sudah kapabel atau belum.
c.     Menawarkan keamanan kepada karyawan kepada karyawan melalui:
·         Eliminasi rasa takut,
·         Eliminasi gossip atau kabar angin,
·         Mengamankan pekerjaan.
d.    Menghilangkan semua hambatan yang ada diantara para karyawan,
e.     Menanamkan atau menciptakan rasa bangga terhadap hasil kerja,
f.     Mengurangi tingkat stress.
7.    Melembagakan kepemimpinan bagi penyempurnaan sistem.
Hambatan yang mungkin dijumpai jika organisasi jasa berupaya:
·         Keyakinan yang berlebihan bahwa lulusan manajemen dari perguruan tinggi pasti bisa langsung mengelola sumberdaya manusia dengan baik,
·         Mengabaikan perhatian pada rantai komodo,
·         Menggunakan statistika sebagai alat politis,
·         Tidak memperlakukan pekerja sebagai  manusia seutuhnya.
8.    Menghilangkan rasa takut.
Hambatan yang mungkin dijumpai jika organisasi jasa berupaya:
·         Mengabaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan sumber daya manusia,
·         Merasa yakin bahwa ‘rasa takut’ telah dihilangkan, pada hal masih tetap ada,
·         Tidak melakukan perencanaan untuk mengantisipasi ‘rasa takut’ baru yang mungkin dimunculkan oleh filosofi baru.
9.    Menyingkirkan rintangan (dinding pemisah)  antar departemen.
Menghilangkan rintangan, mungkin dijumpai beberapa kendala:
·         Rasa takut akan kehilangan rantai komando,
·         Tidakmau menerima kenyataan bahwa ada rintangan dalam organisasi,
·         Keengganan meniadakan fasilitas khusus dan/atau hak-hak istimewa tertentu,
·         Tetap mempertahankan sikap arogansi departemental, dimana menganggap departemennya yang paling baik dalam organisasi,
·         Gagal menghilangkan ‘rasa takut’ karyawan.
10.  Meniadakan slogan, desakan dan target bagi tenaga kerja.
Biasanya para karyawan dibebani dengan berbagai macam sasarn atau target kuantitatif yang sebenarnya ditetapkan secara arbitrary. Hal ini menyebabkan para karyawan tertekan dan frustasi.
11.   Mengeliminasi kuota-kuota numeric bagi para karyawan dan sasaran numeric bagi     manajemen.
Kuota dan sasaran numerik kerapkali menimbulkan masalah seperti kurangnya perhatian terhadap kualitas, tingkat stress dan frustasi yang tinggi, kekecewaan terjadi dimana-mana dan sebagainya.
12.  Menghilangkan penghalang yang dapat ‘merampok’ kebanggaan para karyawan atas keahliannya.
Beberarapa kendala yang mungkin dihadapi dalam implementasi:
·         Gap yang sangat besar antara manajemen senior dan karyawan,
·         Upaya menanamkan kebanggan dilakukan dengan metode yang tidak tepat,
·         Tidak menibdaklanjuti saran-saran karyawan.
13.  Giatkan program pendidikan dan perbaikan diri bagi setiap orang.
Hambatan potensial yang mungkin dijumpai dalam upaya melembagakan program pendidikan dan perbaikan:
·         Keengganan pihak manajemen untuk terlibat dalam pelatihan,
·         Miskonsepsi manajemen terhadap lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pelatihan ulang,
·         Kurangnya sumber daya internal untuk pelatihan.
14.  Lakukan transformasi pekerjaan setiap orang dan siapkan mereka untuk mengerjakannya.
Kendala potensial yang bisa menghambat efektivitas:
·         Kurangnya keajengan tujuan,
·         Harapan atas hasil-hasil segera dan instan,
·         Mengabaikan peran ahli statistik yang kompeten,
·         Terlalu sibuk dengan aktivitas memberikan umpan balik.
·         Mengabaikan pentingnya proses pelaporan karena dipandang tidak praktis.






BAB LIMA

Karakteristik dan Manfaat TIM
Kerja sama tim merupakansalah satu unsur fundamental dalam Total Qualty Service. Tim merupakan sekelompok orang untuk bekerja sama untuk tujuan bersama. Faktor-faktor yang mendasari perlunya dibentuk tim-tim khusus dalam suatu perusahaan adalah:
·         Pemikiran dari dua orang atau lebih cenderung lebih baik
·         Konsep sinergi [ 1 + 1 > 2 ], yaitu bahwa hasil keseluruhan (tim) jauh lebih baik/besar
·         Anggota tim saling mengenal dan saling percaya, sehingga dapat saling membantu
·         Kerja sama tim dapat menyebabkan komunikasi terbina dengan baik.
Tidak semua kumpulan/kelompok orang dapat dikatakan sebagai tim. Agar dapaat dipandang sebagai tim, maka sekumpulan orang tertentu harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.     Ada kesepakatan terhadap misi tim.
Agar suatu kelompok dapat menjadi tim dan supaya tim tersebut dapat bekerja dengan efektif, semua anggptanya harus memahami dan menyepakati misinya.
2.    Semua anggota menaati peraturan tim yang berlaku.
Sebuah tim harus memiliki peraturan serta kesepakatan terhadap misi dan ketaantan terhadap peraturan yang berlaku, sehingga dapat membentuk kerangka usaha dalam pencapaian misi.
3.    Ada pembagian tanggung jawab dan wewenang yang adil.
Tim tidak meniadakan struktur dan wewenang, tim dapat berjalan dengan baik apabila tanggung jawab dan setiap anggota diperlakukan secara adil.
4.    Orang beradaptasi terhaddap perubahan.
Dalam lingkungan bisnis yang dinamis, perubahan bukan saja tak terelakan, tetapi diperlukan sekali. Agar setiap anggota tim dapat saling membantu dalam beradaptasi terhadap perubahan secara positif.
Menurut Jhonson, Kantner, dan Kikora (dalam Goestch dan Davis, 1994), Umumnya tim dapat diklasifikasikan ketiga jenis, yaitu:
1.     Tim penyempurnaan departement
Tim terdiri atas personil dari unit, departement, atau fungsi tertentu dalam organisasi dan seringkali disebut juga gugus kualitas (quality circle).

2.    Tim perbaikan proses
Tim ini memiliki misi untuk melakukan perbaikan terhadap selruh proses. Oleh sebab itu, tim ini terdiri atas personil dari setiap fase proses.

3.    Gugus tugas (task force)
Gugus tugas seringkali disebut juga tim proyek, yaitu tim sementara yang dibentuk untuk suatu misi tertentu. Gugus tugas tersebut akan dibubarkan apabila misi nya telah tercapai.
Faktor Penghambat Kesuksesan Kerjasama TIM
Orang-orang dalam suatu kelompok tidak secara otomatis dapat bekerja sama. Seringkali tim tidak dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Penyebab utamanya adalah faktor manuasia. Beberapa aspek diantaranya adalah:
·         Identitas pribadi anggota tim
Seringkali orang mengkhawatirkan hal-hal seperti kemungkinan menjadi outsider, pergaulan dengan  anggota tim lainnya, faktor pengaruh, dan saling percaya anggota tim. Sebuah tim tidak dapat berjalan efektif bila anggotanya belum merasa cocok dengan tim tersebut.
·         Hubungan antar anggota tim
Agar setiap anggota bisa bekerja sama, mereka harus salig mengenal dan hubungan. Untuk itu dibutuhkan waktu bagi anggota yang berasal dari berbagai latar belakang tersebut dapat saling membantu dan bekerja sama.
·         Identitas tim di dalam organisasi
Faktor ini terdapat dua aspek. Pertama, kesesuaian atau kecocokan tim didalam organisasi. Kedua adalah pengaruh keanggotaan dalam tim tertentu terhadap hubbungan anggota diluar tim. Aspek ini sangat penting dalam gugus tugas dan tim proyek, dimana angota tim tersebut berusaha mempertahankan hubungan yang telah terbina dengan rekan kerja yang bukan anggota tim.
Kunci Keberhasilan Kerja Sama TIM
Pembentukan tim tidak secara otomatis akan berjalan sebagaimana yang diharapkan. Sangat dipelukan usaha untuk faktor-faktor yang dapat menghambat kesuksesan kerja sama tim, untuk itu paling tidak ada tiga faktor yang saling berkaitan dan mempengaruhi kinerja serta produktivitas suatu tim, yaitu:
1.     Organisai secara keseluruhan (Budaya):
a.    Filosofil organisasi
b.    Penghargaan (reward) dan bagaimana pengelolaannya
c.     Harapan
d.    Norma

2.    Tim itu sendiri:
a.    Manajemn pertemuan (meeting management)
b.    Peranan dan tanggung jawab
c.     Manajement konflik
d.    Prosedur operasi
e.     Pertanyaan misi

3.    Para individu anggota tim:

a.    Kesadaran diri (self-awareness)
b.    Apresiasi terhadap perbedaan individual
c.     Empati
d.    Perhatian (caring)
King ( dalam Goetsch dan Davis, 1994) mengajurkan 10 strategi untuk meningkatkan kinerja setiap tim dalam rangka pencapaian tujuan organisasi, yaitu:
1.     Saling Ketergantungan

Saling ketergantungan diperlukan diantara para anggota tim dalam hal informasi, sumber daya, pelaksanaan tugas, dan dukungan. Adanya saling ketergantungan dapat memperkuat kebersamaan tim.

2.    Perluasan Tugas

Setiap tim harus diberi tantangan, karena reaksi atau tanggapan terhadap tantangan tersebut akan membentuk semangat persastuan (esprit de corps), kebanggan dan kesatuan tim.

3.    Penjajaran (alignment)

Anggota tim harus bersedia menyingkirkan sikap individualnya dalam rangka mencapai misi bersama.

4.    Bahasa yang Umum

Pemimpin tim harus mengusahakan penggunaan bahasa yang umum, karena biasanya angggota tim berasal dari departement yang berbeda dan memiliki istilah kata sendiri-sendiri.

5.    Kepercayaan/Respek

Dibuthkan waktu dan usaha untuk membentuk kepercayaan dan respek agar setiap anggota tim dapat bekerja sama.

6.    Kemimpinan/keanekaragaman yang dibagi Rata

Pemimpin yang baik harus dapat memperhatikan bakat tertentu setiap anggota tim, sehingga kemimpinan dan keanakbuahan dapat dibagi bersama.

7.    Keterampilan pemecahan masalah

Tim harus banyak menggunakan waktunya untuk membina kemampuan anggotanya dalam memecahkan masalah,karena masalah merupakan hal yang selalu dihadapi setiap organisasi.

8.    Keterampilan Menangani konfrontasi/konflik

Dalam lingkungan kkerja yang high pressure dan kompetitif, konflik merupakan hal yang tidak terelakkan. Oleh sebab itu, dalam TQS dibutuhkan keterampilan menerima perbedaan pendapat (ide, masalah, dan pemecahan masalah) dan menyampaikan ketidak setujuan terhadap orang lain tanpa harus menyakiti hati orang yang bersangkutan.

9.     Penilaian/tindakan

Penilai dilakukan dengan memantau dsn membandingkan apa yang telah dilakukan dengan pernyataan misi dan rencana tindakan yang ada.

10.   Perayaan.

Penghargaan dan pengakuan atas tugas yang terlaksana dengan baik akan memotivasi
anggota tim untuk bekerja lebih giat dan tegas dalam rangka mencapai tujuan berikutnya.
Dengan demikian, kunci pokok keberhasilan kerja sama tim terletak pada harmonisasi dan kolaborasi antar inddividu, tim, dan organisasi dalam mewujudkan tujuan dan harapan yang sama. Ini semua bisa digambarkan lewat kepanjangan dari kata TEAM, yaitu Together Everyone Achieves More.
Pemberdayaan: Apa Dan Mengapa
Selain merupakan aset organisasi yang paling vital, sumberdaya manusia (karyawan) adalah juga pelanggan internal yang menentukan kualitas akhir suatu produk/jassa dan perusahaan. Akan tetapi pada keyataannya masih banyak perusahaan yang mengeksploitasi karyawannya dan tidak memberikan peluang kepada mereka untuk berkembang dan berprestasi secaara optimal. Akibatnya, semangat dan moral kerja sangat rendah, produktivitas rendah, muncul sikap apatis, ketidakpuasan terjadi dimana-mana, dan seterusnya.
Berdasarkan berbagai penellitian intensif, para pakar psikologi dan manajemen mengemukakan solusi berupa pemberdayaan atau empowerment (Bass, 1994; conger, 1989; Ford dan Fottler, 1995; Stamatis, 1996; wren, 1995).
Secara konseptual, pemberdayaan adalah supaya memberikan otonomi, wewenang, dan kepercayaan kepada setiap individual dalam suatu organissi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat merampungkan tugas sebaik mungkin. Karyawan diberi keleluassan untuk mengambil tindak-tindakan yang dipandang tepat dalam rangka melayani pelanggan, termasuk menangani keluhan mereka.
Melalui pemberdayaan karyawan, diharapkan terjadi sharing of power, dimana bawahan dilibatkan secara bersama-sama dengan pihak manajemen untuk melakukan perubahan.dengan sense of self-efficacy yang lebih kuat, para karyawaan akan lebih mampu mengerjakan dan berhasil dalam melakukan berbagai tugas yang menantang.
Menurut Sstamatis (1996), pemberdayaan dapat ditinjau dari dua presfektif. Pertama, empowerment dengan ‘e kecil’, yaitu memberdayakan para karyawwan untuk melakukan pekerjaan mereka, mengambil keputusan yang diperlukan untuk memuaskan tuntutan pelanggan, dan bekerja dengan ssedikit atau bahkan tanpa penyeliaan. Tipe pemberdayaan ini memungkinkan setiap anggota tim dalam organisasi untuk melaksanakan tugasnya secara efektif, melalui penguasaan keterampilan dan kapabilitas, alat/sarana, dan wewnang untuk memecahkan atau mengatasi maslah yang terjadi.
Sementara itu, perspektif  yang Kedua adalah Empowerment dengan ‘E besar’ memiliki cakupan yang lebih luas, yakni memberdayakan para anggota tim untuk melaksanakan dan mengelola kinerja unitnya melalui perencanaan, pengendalian, pengkoodinasian, atau penyempurnaan pekerjaan. Untuk bisa mewujudkan tipe pemberdayaan ini, sangat dibutuhkan pelatihan yang tepat dan intensif.
Secara garis besar, ada berapa manfaat yang diharapkan dari pemberdayaan karyawan jasa, diantaranya:
1.     Dapat memberikan respon secara langsung terhadap kebutuhan pelanggan secara lebih cepat selama penyampaian jasa (service delivery)
2.    Dapatmemberikan respon langsung terhadap pelanggan yang puas selama service recovery
3.    Karyawan akan memiliki ‘rasa memiliki’ yang tinggi terhadap pekrjaanya dan merasa dirinya bererti bagi organisasi
4.    Karyawan bisa berinteraksi dengan pelanggan seecara lebih hangat dan lebih antusias
5.    Karyawan yang diberdayakan dapat menjadi sumer ide jasa/layanan yang handal
6.    Persahaan bisa mendapatkan iklan dari mulut-ke-mulut (word-of-mouth)yang postif dan pelanggan yang membeli kembali yang tinggi.
Selain manfaat, pemberdayaan karyawan jasa juga membutuhkan biaya besar, diantaranya:
1.     Perlu investasi yang lebih besar dalam seleksi dan pelatihan
2.    Biaya tenaga kerja (lobor costs)
3.    Penyampaian jasa yang lebih lambat atau kurang konsisten
4.    Kemungkinan terjadi persepsi ‘tidak adil’, khusunya bila pelanggan lainnya, baik dalam hal layanan maupun penanganan keluhan.
5.    Kemungkinan terjadinya pemberian hadiah (giveaways) dan pengambilan keputusan yang tidak tepat atau terlampau merugikan perusahaan.
Pendekatan Situasional Dalam Pemberdayaan
Melalui konsep ini, karyawan diserahi wewenang dan tanggung jawab yang lebih besar dalam pengembalian keputusan. Disini dibutuhkan pula komunikasi atau saling tukar informasi dan pengetahuan antar menejer dan karyawan sehingga karyawan dapat benar-benar memahami tugasnya dan dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian prestasi organisasi.
Aspek pemberdayaan sebenarnya bukanlah hal yang sifanya absolut/mutlak, tetapi lebih banyak merupakan ‘a matter of degree’. Artinya, tingkat pemberdayaan bagi setiap individu dan tim tidaklah harus sama porsi atau kadaarnya. Bahkan untuk tugas individual tertentu atau tanggung jawab kelompok kerja tertentu dalam bidang keputusan (decision area) yang berlainan dapat diberlakukan pemberdayaan dengan kadar yang berbeda. Pemilihan strategi pemberdayaan yang akan diterapkan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan dua dimensi, yaitu job content mengambarkan tugas dan prosedur yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan tertentu. Sedangkan job context menggambarkan kesesuaian antara pekerjaan dengan misi, tujuan, dan saran organisasi secara keseluruhan. Berdasarkan kedua dimensi ini, terdapat lima strategi pemberdayaan yaitu:
1.     Point A (No Discretion) menggambarkan tugas yang sangat rutin dan repeetitif. Karyawan tidak ikut merancang pekerjaan. Pemantauannya pun diserahkan kepada orang lain. Dengan demikian, tidak terdapat wewenang pengambilan keputusan yang berkaitan dengan job content dan job context.
2.    Point B (Task Setting) yaitu karyawaan diberikan tanggung jawab penuh terhadap keputusan atas job content dan sedikit tanggung jawab atas job context. Karyawan diberdayakan dalam membuat keputusan mengenai cara terbaik untuk merampungkan tugas yang diberikan.
3.    Point C (Participatory Empowerment) dimana karyawan dilibatkan dalam sebagian pengambilan keputusan atas job content maupun job context. Mereka dilibatkan dalam identifikasi masalah, pengembangan alternatif, dan rekomendasi alternatif dalm job content.
4.    Point D (Mission Defining) dimana karyawan diberdayakan untuk memutuskan job context saja
5.    Point E (Self-Management) yaitu memberikan wewenang penuh kepada para karyawan untuk mengambil keputusan mengenai job content dan job context. Untuk itu dibutuhkan kepercayaan atas kemampuan karyawan untuk menggunakan empowerment tersebut guna meningkatkan efektivitas organisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar